Beberapa bulan terakhir sederet kasus yang menyudutkan Umat Islam marak di Indonesia dari pendangkalan akidah sampai dengan pemblokiran situs-situs media Islam. Bahkan tidak jarang dugaan keterlibatan oknum penguasa didalamnya; disamping itu umat dihadapkan pada kondisi lemahnya kepemimpinan bangsa merupakan ujian berat yang harus dihadapi.
Masih lemahnya penyikapan permasalahan-permasalahan umat secara hukum tidak dapat dipungkiri menjadikan umat dibuat bingung akan nasib bangsa untuk itu perlu adanya penyikapan secara hukum atas permasalahan yang merugikan umat Islam.
Sekretaris Jenderal Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Ustaz Bachtiar Nasir, menyatakan Umat Islam harus kuat sebagaimana Al-Qur’an menyampaiakan dalam surat Al-Mulk ayat pertama. “Al-Mulk ayat (1) merupakan filosofi kekuatan yang harus ditanam oleh Umat Islam, dalam arti kekuatan dalam segala lini, politik, budaya, sosial, ekonomi, dan hukum serta media,” tutur Ustaz Bachtiar Nasir.
Bachtiar Nasir dalam pertemuanya dengan para Advokat yang tergabung di dalam Solidarity Network for Human Rights (SNH) Advocacy Center di Masjid Pondok Indah pada hari selasa (5/5) Mengutip Risalah Yogyakarta yang merupakan hasil Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VI di Yogyakarta awal bulan Februari lalu ia mengatakan penyelenggaraan negara harus berdasar pada nilai-nilai luhur Pancasila dengan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai rohnya. “Oleh karena itu, NKRI bukan negara sekuler dan bukan negara liberal,”.
Kehidupan nasional belakangan ini dinilai telah mengalami penyimpangan dan pergeseran dari cita-cita nasional. Hal ini terlihat dari derasnya liberalisasi dan kapitalisasi dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya. Sehingga akibatnya muncul gejala kerusakan dalam kehidupan bangsa, antara lain ditandai dengan sikap pragmatis, koruptif, konsumtif, individualistik, dan hedonistik. Bahkan tidak jarang sendi-sendi hukumpun dilanggar dengan dalih penegakan hukum.
Sylviani Abdul Hamid, Direktur Eksekutif SNH Advocacy Center merasa perlu adanya kerja sama antara Advokat dan Ulama dalam mengawal nilai-nilai luhur Pancasila tersebut dan menjaga konstusi bangsa atas derasnya arus liberalisasi dan kapitalisasi, pentingnya peran ulama, khususnya dalam menyikapi permasalahan umat saat ini. “Ulama lah yang tahu pemecahan permasalahan yang ada, dimana kita harus belajar dari sejarah bagaimana ulama mengawal NKRI,” tutur Sylvi.
Selanjutnya Sylvi mengatakan, kedepan ulama dan advokat harus berjalan beriringan dalam mendorong kebijakan-kebijakan agar berpihak kepada umat Islam. Karena menurutnya selama ini Umat Islam selalu dirugikan atas kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, walaupun setelah mendapatkan protes public diralat. Dia mencontohkan kasus pelarangan penggunaan jilbab dilingkungan BUMN serta pelarangan doa secara Islam di sekolah-sekolah. “Masih banyak contoh kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada Umat Islam, walaupun pada akhirnya diralat,” jelas Sylvi.
Pada kesempatan yang sama, Bachtiar Nasir menjelaskan pentingnya aktivis hukum yang pro kepada umat. “Sekarang ini banyak umat yang terzholimi dan tidak tahu kemana harus mengadukan permasalahan hukumnya, umat Islam masih lemah pada sisi hukum dan media, Padahal menurutnya dua pilar ini seharusnya menjadi garda terdepan dan menjadi benteng umat pada saat sekarang ini. Tegas Bachtiar Nasir. “Para lawyer sibuk dengan urusannya masing-masing, sehingga lupa akan permasalahan umat,” sambungnya.
“Kita berharap ada orang hukum (advokat-red.) yang fokus membantu dan menjadi penyelesai masalah hukum yang terjadi ditengah-tengah umat,” tegas Bachtiar Nasir. (HK).
Post a Comment