Foto: Anis Baswedan |
HABARBORNEO.COM. Jakarata - Pianis terkenal Ananda Sukarlan menegaskan, ia berhak melakukan aksi menginggalkan ruangan, namun beberpa kalangan menyayangkan aksi itu yang dinilai tidak cocok dengan ssuasana acara dan dsituasi lebih luas.
Bagi Ananda, tindakannya itu merupakan haknya, "Saya tidak ingin dengar pidatonya dia."
Namun beberapa tokoh, seperti musikus dan politikus Eros Djarot dan rohaniawan Franz Magnis Suseno menyayangkan aksi 'walk out' yang dilakukan Ananda Sukarlan, saat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan pidatonya di JIFest, Sabtu (11/11).
Pidato Anies Baswedan tersebut disampaikan dalam rangka peringatan 90 tahun berdirinya Kolese Kanisius, salah satu sekolah pilihan di Jakarta.
"Saya bosan saja karena Pak Anies ngomong soal sama-sama membangun Jakarta. Saya tidak mau mendengarkan saya ke luar saja. Saya mikirnya kalau membangun Jakarta sama-sama itu, membolehkan sepeda motor di trotoar apa itu namanya membangun? Terus Tanah Abang yang sekarang sudah kacau lagi," kata Ananda kepada BBC Indonesia.
Ananda yang mendapat Penghargaan Kanisius beserta empat almunni Kolese Kanisius lainnya duduk di kursi VIP yang berada di depan sehingga aksinya menarik perhatian tamu lainnya dan kemudian diikuti oleh ratusan alumni lain.
Namun Ananda menegaskan dia 'tidak berhak bicara' atas nama tamu lain yang juga keluar.
"Itu semua dilakukan secara spontan. Memang on the spot (serta-merta). Saya tidak memprovokasi apa-apa, tidak ada ajakan apa-apa."
Media nasional memberitakan Anies Baswedan tidak melihat aksi walk outberkelompok tersebut dan mengatakan dirinya 'menghormati perbedaan pandangan dan memberikan hak kepada siapa saja untuk mengungkapkan dengan caranya'.
Saat menerima penghargaan, Ananda juga berpidato dan mengkritik panitia penyelenggara.
"Kita telah mengundang seseorang dengan nilai-nilai serta integritas yang bertentangan dengan apa yang telah diajarkan kepada kami. Ini saya tidak ngomong politik, ini soal hati nurani dan nilai kemanusiaan," kata Ananda.
Kepada BBC Indonesia, dia menjelaskan nilai-nilai yang menurutnya tak pantas antara lain adalah kampanye antipluralisme dan perbedaan yang diusung saat Pilkada DKI Jakarta lalu, menyangkut ajakan memilih 'gubernur yang seiman'.
Dianggap gagal 'move on'
Aksi walk out Ananda Sukarlan yang menurutnya adalah hak semua orang itu disayangkan oleh musikus lain yang juga aktif di politik, Eros Djarot.
Menurut Eros, Indonesia masih terbelah akibat Pilpres maupun Pilkada DKI Jakarta awal tahun ini dan aksi seperti yang dilakukan Ananda justru semakin dapat mempertajam jarak antara kelompok yang ada saat ini.
"Sejak pemilihan presiden, bangsa kita ini terbelah dua: pro-Jokowi dan pro-Prabowo. Adegan-adegan seperti itu adalah turunannya," tegas Djarot. "Pilkada sudah lama berlalu, kita harus move on."
"Di Indonesia itu pendidikan tidak merata, jadi isu-isu yang mungkin memancing kemarahan oleh suatu kelompok tertentu itu sudah tidak diperlukan lagi."
Eros -yang antara lain menggubah album legendaris di Indonesia, Badai Pasti Berlalu- berpendapat bahwa perhelatan peringatan 90 tahun Kolese Kanisius itu bukanlah ajang yang tepat untuk aksi walk out.
"Kalau di forum DPR, justru senang sekali saya (dilakukan walk out). Ini bukan forum yang pantas untuk itu. Menurut saya, azas kepatutannya kok kurang."
"Indonesia kan sudah dalam keadaan seperti ini, kita harus lebih bijak. Kalaupun ada kontestan yang memberikan cara-cara tidak baik, berikan catatan," tambah Djarot, yang pernah mendirikan Partai Nasional Benteng Kerakyatan, atau PNBK yang beraliran Sukarnois.
Sementara rohaniawan Franz Magnis Suseno menilai langkah Ananda tidak tepat.
"Menurut saya memalukan dan sangat saya sesalkan," kata Franz Magnis dalam pernyataan tertulisnya. "Andaikata Gubernur mengatakan sesuatu yang tidak senonoh/jahat/menghina, walkout dapat dibenarkan. Tetapi walkout kemarin menunjukkan permusuhan terhadap pribadi Gubernur."
Ia mengutip Abdillah Toha yang dikenal kritis pada Anies ,bahwa langkah itu "justru tidak menjadi counter productive dan akan mempertajam permusuhan di negeri yang sudah rentan intoleransi itu."
Aksi walk out di acara di lingkungan akademik akhir-akhir ini sering terjadi di Amerika Serikat dalam rangka menolak kebijakan-kebijakan Presiden AS Donald Trump.
Mei lalu, misalnya, puluhan siswa dan hadirin acara kelulusan Universitas Notre Dame -salah satu universitas terkemuka di AS- meninggalkan tempat acara saat Wapres AS, Mike Pence, berpidato.
"Kalau mau bangsa ini jadi bangsa Amerika silakan saja. Tapi saya tidak akan membiarkan itu terjadi," kata Djarot.
sumber: bbc.com
Post a Comment